Cerpen : Tak Terbalas
Assalamu’alaikum.
Teruntuk dirimu yang
pernah memiliki hatiku, Haykal.
Apa kabar kau disana ?
Akupun tak berharap kau menanyakan keadaanku disini. Semoga Allah selalu
melindungimu. Amin.
Aku tahu, seharusnya
aku tak perlu menulis surat ini untukmu. Toh, ada handphone yang dapat
digunakan untuk telephone dan SMS. Ada Facebook, akupun dapat mengirim Private
Message untukmu. Tapi aku rasa itu percuma, karena aku sering melakukannya
namun tak kunjung ada balasan darimu.
Maaf jika datangnya
surat ini menyita waktumu. Aku hanya ingin memastikan , mengapa akhir-akhir ini
kau jarang menghubungiku ? Ada yang salahkah dengan diriku ? Kau kira aku akan
marah jika kau mengatakannya ?
Aku takkan menyalahkan
dirimu, harusnya aku aku yang bertanya pada diriku sendiri. ‘Apa mungkin aku
kurang bisa mengerti atas dirimu , sehingga kau tak pernah dapat mengerti diri
ini ?’
Ya, kau boleh
menyalahkan jarak yang jauh ini, yang membuat kita tak dapat bertemu. Namun apa
boleh buat, inilah yang terbaik dari Tuhan. Aku diberi kesempatan untuk belajar
dikota orang, dilain kota denganmu bahkan dilain provinsi. Maafkan diri ini yang
tak pernah bisa mengerti apa yang kau inginkan. Maafkan, jika tak bisa seperti
yang kau harapkan. Dan kumohon maafkan diri ini, jika harus membulatkan tekad
untuk menyudahi semuanya. Aku melakukan ini bukan karena aku menemukan
seseorang yang lebih baik dari dirimu. Tidak. Kurasa sementara ini aku tak ingin
terpikat oleh hati siapapun. Sekarang terserah apa yang akan kau lakukan. Kau ingin
memakiku ? Tak apa, jika memang aku yang salah. Atau mungkin ingin mencari
wanita lain yang lebih baik ?Aku tak tahu kemanakah hatimu akan berlabuh. Atau
bahkan selama ini kau telah menemukannya , dan aku tak tahu akan hal itu. Ah,
sudahlah. Lagipula diriku bukan wanita yang baik untukmu. Bukan wanita
harapanmu yang ini dan itu.
Terimakasih , dengan
adanya dirimu aku dapat merasakan betapa sesaknya rasa rindu yang menyelimuti
hati ini. Terimakasih atas hari hari itu, saat-saat aku bersamamu. Walaupun
ketika itu aku merasakan banyak kepedihan, dan itu membuatku mengerti bagaimana
mengobatinya. Kau tak perlu tahu akan hal itu, karena aku selalu mengatakan
padamu bahwa ‘aku tidak apa-apa’.
Sekali lagi maafkan
diri ini, dan terimakasih atas segalanya yang telah lalu. Semoga kau
mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku.
Aku tak tahu, akan
menjadi kenangan seperti apakah kau nantinya ? Kenangan terburuk atau
terindakah ? Aku tak tahu.
Semoga
kebaikan-kebaikan selalu terlimpah untukmu.
Salam hangat untukmu
yang pernah berlabuh dihatiku, semoga Allah menjagamu selalu. Amin.
Wassalamu’alaikum..
Semarang, 2 Juni 2012
Yang selalu mendoakanmu
Dinda
Tak cukup sekali aku membacanya. Kemudian kulipat kertas itu
dengan rapi dan memasukkanya ke dalam amplop putih.