Kamis, 10 Januari 2013

MIST



Cerpen: Kirii


Semua ini terasa sangat indah. Hingga tak dapat diungkapkan dengan apapun. Seorang sahabat yang mampu merangkul bahu tuk menepis kegundahan dan  kembalikan tawa, seorang kawan yang mampu ciptakan semangat disetiap harinya, seseorang  yang senyumnya selalu terbingkai diwajahnya. Ntahlah ..semoga akan ada banyak kebaikan yang esok ia dapatkan.

Seperti biasa, aku dan karibku selalu mengarungi hari bersama. Ntah apa yang membuat kami melekat seperti amplop dan perangko, bagai kaki dan sandal, layaknya hidung dan upil (eiiitss .. ^.^).
Keakraban ini sudah berjalan selama 2 tahun lebih. Kami selalu saling membantu, saling menghibur walau tembok kelas menghalangi keberadaan kami. Itu tak masalah bagi kami, karena masih ada banyak waktu yang dapat kami isi dengan sesuatu yang bermanfaat dan keceriaan. Aku sangat bersyukur mempunyai kawan sepertinya, dia bisa menerima apapun keadaan dan kekuranganku. Begitu juga denganku terhadapnya. Kami sama-sama menyukai kabut, yang biasa dapat kami sebut dengan ‘Kirii’ (bahasa jepangnya kabut).  Ntah mengapa .. ketika kabut muncul dipagi hari, seakan-akan imaji kita muncul dengan sendirinya, berjalan seiring dengan tebalnya kabut.

* * *
Libur panjang kini telah tiba, aku dan kawanku, Farid memikirkan sebuah cara untuk menghabiskan waktu liburan ini dengan tidak sia-sia.


“Bagaimana kalau kita muncak ?” Usulku.
“kemana ?”
“Hmm .. Bromo ?”
“terlalu jauh, lagipula kita harus membawa uang dan barang barang yang banyak. Semakin melelahkan.”

Dialog terhenti. Kami sama sama berfikir.

“Ahaaa ..!!!”
“Hei kau mengagetkanku saja !” sentakku.
“Aku punya ide bagus nih ..”
“Apa ?”
“Hmm.. kebetulan Ayahkukan usaha sapu ijuk, lha gimana kalau .. Ah sudahlah, besok jam 9 pagi kamu kerumahku. Aku akan tunjukkan sesuatu. Oke..”
Ujarnya sambil mengacak-acak rambutku.
Akhirnya kamipun pulang kerumah masing masing. Ntah rencana konyol apa yang akan dilakukan Farid terhadapku, aku tak tahu. Hanya menunggu hari esok, aku akan tahu apa yang sebenarnya Farid lakukan.

* * *
Pagi ini aku tak lagi bermalas malasan. Aku harus tepat waktu untuk menuju rumah Farid. Kalau tidak, pepatah pepatah jawa itu akan keluar dari lisannya dan itu sangat membosankan bagiku.
Aku berangkat menuju rumahnya pukul 9 kurang 10 menit, dan ketika aku sudah sampai didepan rumahnya ternyata ia sudah menungguku diteras rumahnya. Ia berdiri sambil melihat jam yang ada ditangannya.

“Tepat waktu. Ya beginilah seharusnya, orang Indonesia tidak mengulur-ulur waktu,.” Ujarnya.
“Hahaha ya ya.. sudahlah apa rencanamu sesungguhnya ?”
“Ayo ikut aku”

Aku mengikuti langkahnya menuju belakang rumahnya. Ternyata ia mengajakku ditempat pembuatan sapu milik orang tuanya.

“Pegang ini.” Ujarnya sambil memeberikan sebuah alat seperti sikat kayu yang tertancap banyak paku pada kayu tersebut. Aku sedikit bingung apa maunya. Lalu ia beranjak mengambil kepala sapu yang belum ada gagang kayunya.

“Aku ingin berbagi sedikit ilmu kepadamu untuk mengisi liburan panjang ini. Mau nggak ?”
“Oh iya mau..mau ..” jawabku sambil mengangguk
“Tidak terlalu sulit kok, kamu hanya perlu menyikat sapu yang serabutnya masih berantakan hingga menjadi rapi seperti ini “ ujarnya sembari menunjuk sapu yang berada disebelah kanannya.
“Hmm lalu pakai apa ?”
“Ya ini, sikat paku. Lihat ya,kuberi contoh. Kamu bisa menirunya setelah ini”

Faridpun mulai menyikat serabut kepala sapu itu. Terlihat mudah sepertinya.

“ini coba” ujarya sembari memberikan sikat paku itu padaku.

Aku mulai mencoba, menyikat sebagian serabut sapu itu. Ternyata tidak semudah yang kulihat. Membutuhkan tenaga yang kuat pula. Setelah aku dapat menyelesaikan 1 kepala sapu,  aku menunjukkannya pada Farid.

“Hmm.. masih kurang bagus. Ayo coba lagi sampai terlihat bagus. Kalau bagus pasti para konsumen tertarik.” Ujarnya.
“Huft.. berapa lama kau belajar seperti ini ?”
“Ah nggak lama kok, hanya perlu kebiasaan dan kesabaran.”
Dialog kami terhenti.

Ini bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sebenarnya aku lelah, tapi bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur ingin tahu proses pembuatan sapu. Dan akhirnya aku dapat melakukan hal ini selama berhari-hari dirumah Farid.

* * *

Hari ke-5

“Hey.. bagaimana dengan ini?” Tanyaku sembari menodongkan sapu yang baru saja kusikat.
“Lha ini baru bagus (y)”
Aku tersenyum.
“Dan memang seharusnya seperti ini kita bekerja, tanpa mengulang untuk kedua kali. Itu sama saja orang yang merugi. Sama halnya juga ketika kita ujian, tak perlu untuk kerja dua kali dengan cara remidi. Nambah pekerjaan saja..” Ujar Farid.

Benar juga apa yang dikatakan Farid, memang selama ini aku tidak pernah belajar maksmal hingga remidi menumpuk ketika ujian. Ternyata ini tujuan Farid mengajakku kerumahnya untuk melakukan hal ini. Supaya aku sadar, bahwa kerja dua kali hanya membuang buang waktu saja.

* * *
 Sudah berhari hari aku tidak menemui kirii dibukit selatan. Dan pagi ini aku akan menemuaniya. Aku berjalan menyusuri desa yang masih sepi namun sangat sejuk, tak lama kemudian aku akan sampai dibukit selatan karena memang jarak dari rumahku tidak terlalu jauh. Sepertinya aku melihat seorang pemuda yang tak asing lagi bagiku. Yah.. tak lain dan tak bukan, itu Farid. Pagi sekali ia datang kemari. Mungkin ia juga merindukan kirii yang selama berhari hari tidak ia jumpai dibukit selatan ini.
“Hey !!” gertakku sambil menepuk pundaknya.

Namun Farid hanya menoleh, tak ada sepatah katapun yang ia ucapkan. Ia tampak murung.

“Kau kenapa ?” tanyaku.
Ia tetap diam.

“Kenapa ? apa kau lupa dengan cara tersenyum ya ?”
Ia masih tetap diam. Aku bingung apa yang sedang terjadi padanya. Ia tak mau berkata, dan akupun tak tahu apa yang harus kulakukan.

“Eh kacamatamu mengembun .” Ujarnya sambil menoleh kearahku.
“Oh iya, terimakasih” Jawabku sambil melepas kacamata dan mengusapnya dengan tissue yang berada disaku bajuku. Kemudian aku memakainya kembali.

“Ada apa ? katakan saja .. “tanyaku.
Farid menghela nafas.
“Mungkin takkan lama lagi, aku tidak bisa menemui kirii dibukit selatan ini. Aku akan menemui kirii yang lain, dan bukan denganmu juga aku berimaji.” Ujarnya.
“Apa maksudmu ?”
“Aku akan pergi, mengikuti kehendak ayahku. Aku akan pindah keluar kota bersama keluargaku.” Ujarnya. Lemas.

Kamipun terdiam.

Aku berusaha menghiburnya, ingin menepis kegundahannya. Walau sesungguhnya aku juga sedih, sangat sedih.
“Hmm .,. tak apalah, kau akan merasakan hidup yang lebih baik disana. Dan percayalah .. kau akan menemui kirii yang lebih indah.”
“Kamu senang aku pergi ?”
“Aku senang asalkan kawanku bahagia”

Tiba-tiba air mata ini jatuh dari pelupuk mataku. Aku menatap wajah Farid begitu pula ia menatapku.

“Hey, kenapa matamu berair ? Dasar cengeng ..” Ujarnya sambil mengacak-acak rambutku.
“Kacamatamu basah” lanjutnya
Akupun merapikan rambutku kemudian melepas kacamataku dan mengusapnya dengan tissue.
“Lain kali kalau mau nangis nggak usah pakai kacamata “ Ujarnya  sambil terkekeh.
“Kan nangis tanpa direncanakan” Jawabku sembari mengacak-acak rambutnya.
Akupun berlari menjauhi Farid karena aku tahu ia akan membalas dengan mengacak rambutku. Tanpa kami sadari kami bergurau, menepis kesedihan hingga kirii mulai menghilang dan hangat sinar mentari mulai terasa.
“Sudah .. sudah, aku capek”  Ujarku sembari terengah-engah kelelahan.
Kamipun kembali duduk, meluruskan kedua kaki.
“Kapan kamu akan berangkat ?”
“Tanggal 27 besok ..”
“Sungguh ? hanya mengitung hari ..” ujarku, lemas.

Mungkin ini terakhir kali aku menikmati keindahan kirii bersama Farid, karibku. Dan mungkin dihari-hari selanjutnya, kirii tak seindah yang saat ini kurasakan. Karena aku hanya menjumpainya seorang diri, tanpa kehadiran karibku ini. Namun aku tetap barharap, Allah akan menyatukan kami kembali dilain waktu yang lebih baik untuk menjumpai kirii yang lebih indah.

* * *

Tanggal 27 pagi

Pagi ini aku sengaja akan kerumah Farid, tanpa memakai kacamata. Memang sedikit aneh dan kurang nyaman bila memandang. Tapi tak apalah, semua ini karena aku ingin melepas kepergiannya. Walaupun sebenarnya sangat berat.
Aku mencoba berjalan agak cepat, khawatir Farid pergi terlebih dahulu.
Pandanganku kurang jelas namun sepertinya aku melihat Farid dan keluarganya diluar rumah mempersiapkan barang-barang, mereka akan berangkat.

“Farid … !!” Teriakku sambil terengah-engah.

Farid menoleh.

“Dinda ? Ada yang berbeda sepertinya darimu. Tapi apa ya ..”
“Kau akan pergi sekarang ?”
“Iya, Ayahku ingin berangkat lebih awal.”
Farid berhenti berucap. Memandangiku.

“Oh, kacamata ! kenapa kamu tidak memakai kacamata ?” Lanjutnya.

Aku tak menjawab.

“Farid, sudah siap ?” Teriak ibunya dari kejauhan.
Farid hanya menoleh.

Tanpa terasa air mata ini mulai menetes.

“Dan ini alasanku tidak memakai kacamata, agar aku tidak susah untuk mengusap air mataku. Dan aku tak perlu lagi mengusap kacamataku dengan tissue. begitukan yang kamu maksud waktu itu ..”
Farid hanya tersenyum. Lalu akupun mengacak-acak rambutnya.

“Hey, kenapa masih saja mengacak rambutku?’
“Karena belum tentu esok aku dapat melakukannya”
Dan kamipun masih menyempatkan untuk bergurau, sebelum Farid benar benar pergi.

“Hmm.. Sudah waktunya aku pergi.”
“Hati-hati ..”
“Kamu juga, jaga diri baik baik. Ingat pesanku; jangan sampai bekerja duakali.”
Aku mengangguk.

Lalu Farid beranjak meninggalkanku menuju keluarganya yang sudah lama menunggu. Dan pagi ini, air mataku dan juga kabut pagi mengantarkan langkah karibku untuk menemui kirii yang lebih sempurna ditempat yang berbeda.
Namun aku tetap berharap, Allah akan menyatukan persahabatan kami kembali dan akan mempertemukan kami dilain waktu yang lebih baik untuk menjumpai kirii yang lebih indah.

Sampai jumpa kawan.. percayalah kita akan dapat bertemu kembali, suatu saat nanti.


Gresik, 8 Januari 2013 20:15

*mohon maaf apabila terjadi kesalahan dalam penulisan*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar